Thailand Menunggu Persetujuan Kongres AS soal F-35 Lightning II

Royal Thai Air Force (RTAF) masih gigih dan terus berusaha untuk mendapatkan setidaknya dua pesawat tempur Lockheed Martin F-35 Lightning II, dan kini mereka hanya menunggu persetujuan Kongres AS apakah akan menyetujui penjualan mereka ke Thailand.

Informasi ini dibeberkan langsung oleh Marsekal Alongkorn Vannarot RTAF. Dia mengaku tidak yakin apakah kongres akan menyetujui akusisi Thailand, karena teknologi pesawat dianggap sangat rahasia. Disebutkan RTAF tidak memiliki “Plan B” jika permohonan F-35 Lightning II di tolak kongres AS karena F-35 adalah pesawat satu-satunya yang diinginkan Thailand. Marsekal Alongkorn mengungkapkan, pada tahun anggaran 2023, RTAF berencana melakukan pengadaan beberapa jenis pesawat lainnya, seperti pesawat pengintai DA42, 12 pesawat latih T-6C dan 8 pesawat AT-6, untuk menggantikan armada L-39 yang menua. Jika persetujuan berhasil, RTAF memiliki rencana secara bertahap untuk mengganti armada jet tempur F16 andalannya dengan pesawat tempur F35 yang lebih canggih.

 

Kabinet Thailand pada prinsipnya mengesahkan permintaan RTAF untuk mendapatkan empat F-35 untuk tahun fiskal 2023 seharga $415 juta (13,8 miliar baht) pada Januari 2022. Proposal tersebut dipertahankan oleh Marsekal Napadej Dhupatemiya saat itu, yang mengatakan bahwa armada tua F-5 dan F-16 Amerika RTAF perlu diganti.

 

RTAF sekarang berbicara tentang mengakuisisi dua jet tempur F-35. Komite Pengawasan Anggaran DPR Thailand menyetujui anggaran sebesar 369 juta baht ($14,7 juta) tahun fiskal 2023 untuk memfasilitasi akuisisi RTAF atas dua F-35 setelah melakukan beberapa penyesuaian dalam anggaran karena prospek ekonomi yang suram.

 

Thailand ingin membeli varian A untuk lepas landas dan mendarat konvensional. Pesawat tempur siluman ini akan menelan biaya total sekitar 7,4 miliar baht ($207 juta), dan pembayaran diharapkan dilakukan secara mencicil selama empat tahun.

 

Oposisi politik dan rakyat biasa Thailand percaya ini adalah pengeluaran yang boros, mengingat negara itu menderita masalah sosial-ekonomi.

 

Faktor China

 

Sementara itu, Thailand tampaknya khawatir dengan simbolisme membeli jet buatan AS, karena dapat dilihat oleh China dan Rusia sebagai pihak yang dipilih oleh Thailand. Di sisi lain, para ahli juga percaya bahwa AS mungkin ragu untuk menyetujui kesepakatan itu karena hubungan militer Thailand yang semakin luas dengan Beijing.

 

Permintaan Angkatan Udara ini dibuat selama periode penderitaan ekonomi yang parah akibat pandemi. Itu juga memicu tuduhan bahwa proses pengadaan militer Thailand tidak jelas, dengan pesanan angkatan laut tahun 2017 untuk tiga kapal selam buatan China menjadi kasus yang paling mencolok.

 

Sejak kudeta 2014, China telah menjadi pemasok utama persenjataan Thailand. Militer Thailand adalah salah satu dari sedikit yang melakukan latihan tahunan yang melibatkan ketiga layanan Tentara Pembebasan Rakyat yaitu PLA Navy (PLAN), PLA Air Force (PLAAF) dan PLA Army (PLA).