Kehadiran Kapal Selam Nuklir AS di Teluk Guantanamo Memicu Kemarahan Kuba
Pemerintah Kuba mengecam kehadiran kapal selam bertenaga nuklir di pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo yang dinilai sebagai “eskalasi provokatif”. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 11 Juli 2023, Kementerian Luar Negeri Kuba menyatakan bahwa kehadiran kapal selam menimbulkan pertanyaan terkait apa alasan militer di balik tindakan ini di kawasan damai dan target apa yang dituju dan apa tujuan strategis yang dikejarnya.
Kementerian Luar Negeri Kuba kemudian memperingatkan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh “kehadiran dan sirkulasi kapal selam nuklir” di kawasan Karibia. Ia juga menggambarkan kehadiran militer AS di kawasan itu sebagai “ancaman terhadap kedaulatan dan kepentingan rakyat Amerika Latin dan Karibia”. Ketika ditanya terkait aktivitas militer tersebut juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller menyatakan bahwa dirinya tidak akan membahas mengenai pergerakan aset AS tersebut.
Dalam pernyataan pada 11 Juli, kementerian luar negeri Kuba mengecam apa yang disebutnya “pendudukan militer tidak sah” di Teluk Guantanamo, yang terletak di bagian tenggara pulau itu. Kecaman Kuba datang ketika negara kepulauan itu kembali menemukan dirinya di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan China.
Pada Juni lalu, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Havana sedang bernegosiasi dengan Beijing mengenai kemungkinan fasilitas pelatihan militer bersama setelah surat kabar melaporkan dugaan operasi mata-mata China yang berbasis di Kuba. Setelah tanggapan yang awalnya tidak jelas, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan China telah mempertahankan fasilitas pengumpulan intelijen di Kuba selama bertahun-tahun, yang ditingkatkan pada 2019 menurut pihak AS yang kemudian ditolak baik oleh Kuba dan China.
Lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri Kuba menyatakan bahwa kehadiran AS di Guantanamo hanya berfungsi untuk membuat marah Kuba. “Kegunaan praktisnya dalam beberapa dekade terakhir terbatas pada operasi sebagai pusat penahanan, penyiksaan, dan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia puluhan warga negara dari beberapa negara,” menurut pemerintah Kuba dilansir dari Al Jazeera.
Teluk Guantanamo sendiri terkenal sebagai wilayah strategis untuk stasiun batu bara, titik perbaikan kapal armada angkatan laut Amerika, titik peluncuran angkatan laut ke Atlantik berbahaya selama Perang Dunia Kedua, titik untuk memfasilitasi bantuan badai di seluruh Karibia yang dibangun pada awal 1900-an.
Kemudian wilayah itu berkembang menjadi sebuah penjara militer dibuka pada tahun 2002 untuk menampung “kombatan musuh” selama “perang melawan teror” AS selama dua dekade. Pakar PBB mengutuk fasilitas tersebut sebagai wilayah yang “terkenal karena kejahatan yang tak tertandingi” dan mengatakan bahwa operasinya yang berkelanjutan merupakan noda pada komitmen Pemerintah AS terhadap supremasi hukum.