Dari ‘Peringatan Darurat’ hingga Pembatalan Pengesahan Revisi UU Pilkada
Beberapa hari lalu, poster ‘Peringatan Darurat’ dengan lambang Garuda Pancasila berlatar biru menggema di media sosial usai Badan Legislatif DPR sepakat mengesahkan RUU Pilkada. ‘Peringatan Darurat’ tersebut telah viral di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat publik yang menilai bahwa RUU tersebut tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan mengadopsi ketentuan Mahkamah Agung yang dianggap bertentangan. Kemarahan ini diungkapkan oleh berbagai kalangan, termasuk aktivis dan publik figur, melalui unggahan poster tersebut yang mencerminkan kekhawatiran terhadap perubahan aturan Pilkada yang dianggap merugikan.
Mahasiswa Indonesia di luar negeri, yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara, juga secara serempak menolak RUU Pilkada yang baru disahkan oleh DPR RI tersebut. Mereka mengkritik DPR RI karena dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menyebut revisi tersebut sebagai bentuk sabotase kepentingan kelompok elit yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Para mahasiswa mendesak lembaga negara di Indonesia untuk kembali mematuhi putusan MK dan melaksanakan pemilihan kepala daerah secara konstitusional dan transparan. Mereka juga mengancam akan mengadakan demonstrasi daring jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Menurut Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, keputusan MK merupakan putusan dari lembaga kekuasaan kehakiman yang bersifat final dan mengikat yang berlaku serta-merta bagi semua pihak. “Langkah-langkah dari DPR yang ingin mengubah apa yang menjadi isi keputusan MK, tentu saja tindakan yang inkonstitusional bertentangan dengan konstitusi dan bisa disebut sebagai pembegalan atau pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Titi.
Adapun pada 22 Agustus 2024, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kemudian mengungkapkan bahwa DPR membatalkan pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada atau RUU Pilkada karena tidak memenuhi syarat kuorum pada rapat paripurna. Rapat tersebut tidak dapat dilanjutkan karena hanya dihadiri 89 dari 557 anggota DPR, sehingga tidak mencapai kuorum yang diperlukan, ungkap Dasco.
Disisi lain, pembatalan revisi Undang-Undang Pilkada oleh DPR RI juga mendapat perhatian internasional dengan diberitakan terjadi karena demonstrasi besar-besaran di Indonesia. Media asing, seperti AFP, Reuters, dan The Strait Times, melaporkan bahwa demonstrasi tersebut, yang melibatkan ribuan orang, mengkritik revisi UU Pilkada yang dianggap mendukung kepentingan beberapa elit politik menyebabkan DPR membatalkan rencana perubahan undang-undang tersebut setelah ketegangan meningkat dan kekerasan antara demonstran dan aparat keamanan.