Free Cuba: Kuba Dilanda Protes Terbesar Sejak Tiga Dekade Lalu

Ribuan warga Kuba turun ke jalan protes krisis ekonomi dan lambatnya penanganan pandemi Covid-19 nasional, terutama dikarenakan adanya tekanan sanksi ekonomi dari Amerika Serikat. Demonstrasi ini menjadi aksi demo terbesar selama tiga dekade negara Kuba, di mana cukup terbagi antara demonstran anti-pemerintah dan para pendukung pemerintahan Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel.

Sejauh ini, terdapat 1 korban tewas yakni seorang reporter dan ratusan orang lainnya banyak yang ditangkap dan “hilang.” Politisi Kuba menyatakan korban tewas dan demonstran lainnya banyak yang melakukan penyerangan kepada pihak berwenang. Namun, disaat yang bersamaan polisi juga merespon para demonstran dengan kekerasan, sebagaimana disaksikan oleh para wartawan asing yang meliput.

Kondisi Kuba cukup memprihatinkan karena kebutuhan dasar seperti makanan dan obat-obatan menjadi langka, sehingga berbagai harga barang-barang tersebut naik dan semakin menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

Pemadaman aliran listrik hingga enam jam di berbagai daerah juga terus meningkat. Hal ini menunjukkan Kuba tidak hanya mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik, namun juga krisis energi yang dibutuhkan untuk mendukung setiap aktivitas sosial dan perekonomian nasionalnya.

“Kami ingin kebebasan dan kami ingin kepemimpinan diktator untuk segera turun.” teriak pada demonstran di seluruh Kuba, termasuk di Ibu Kota Kuba, Havana. Aksi demonstrasi ini dimulai di wilayah kota San Antonio de los Banos dan meluas secara masif dikarenakan para demonstran membagikan aksi tersebut secara langsung di media sosial seperti Facebook.

Demonstrasi kali ini berbeda dan lingkupnya lebih besar, sehingga cukup menunjukkan kemarahan dan ketidakpuasan masyarakat Kuba pada pemerintahan yang sedang berkuasa. Terlebih dengan penggunaan digital yang sedang masif, berita demonstrasi ini meluas dengan cepat di lingkup nasional dan global.

Para demonstran menuntut pemerintahan Presiden Miguel Diaz-Canel untuk segera turun dan menginginkan adanya perubahan sistem kepemimpinan. Gelombang protes ini menjadi demonstrasi anti-pemerintahan terbesar di Kuba yang memang sudah dalam keadaan instabilitas sejak krisis ekonomi pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai aliansi tertua, yang diperburuk oleh kondisi krisis pandemi Covid-19. Kuba menyatakan terdapat sekitar 6,923 kasus dengan kematian sebanyak 47 orang di lingkup nasionalnya.

 

Presiden Kuba “Menyalahkan” AS

Diaz-Canel, Presiden Kuba sekaligus ketua Partai Komunis Kuba menyalahkan AS atas kondisi yang terjadi di selama beberapa tahun ke belakang dikarenakan embargo perdagangan dari AS.

Diaz-Chanel juga menambahkan kondisi demonstran dan sosial media banyak dimanipulasi oleh kampanye media sosial AS, sehingga pemerintahan Kuba menyatakan tidak akan mentoleransi tindakan tersebut dan menekankan pada pendukungnya untuk melawan segala bentuk provokasi. Bahkan Diaz-Chanel menduga para demonstran merupakan “masyarakat” yang dibayar AS untuk memancing instabilitas nasional Kuba.

Carlos de Cossio, politisi Kuba, membalas provokasi AS dengan menilai AS mempromosikan ketidakstabilan sosial dan politik di Kuba.

 

Presiden AS Joe Biden menyarankan rezim Kuba untuk “mendengarkan” masyarakatnya

Biden menyatakan kekhawatirannya pada masyarakat Kuba dengan mendukung kebebasan dari kondisi tragis termasuk penanganan pandemi Covid-19 dan kondisi kejatuhan ekonomi yang dikarenakan rezim otoriter Kuba.

Biden menambahkan masyarakat Kuba memiliki hak dasar untuk melakukan demonstrasi yang damai dengan bebas guna menentukan masa depannya sendiri, sehingga perlu dilindungi dan dihormati.

Di sisi lain, China menunjukkan dukungannya pada negara sesama komunis tersebut dengan mendorong AS untuk menghentikan embargo ekonomi pada Kuba. Pernyataan ini dikeluarkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian yang menyalahkan embargo tersebut sehingga menyebabkan kelangkaan obat-obatan dan energi di Kuba.