FPI, Populisme, dan Ketidakstabilan Sosial di Era Pandemi
Kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia pada November lalu mendorong intensitas pergerakan Front Pembela Islam (FPI) di Indonesia dimana kegiatan dan pergerakan tersebut bisa mempengaruhi isu populisme FPI yang digunakan Habib Rizieq untuk meningkatkan isu sosial dan agama yang dipolitisasi untuk pencapaian tujuan yang sesuai dengan visi pergerakan FPI, sehingga hal ini dapat memicu konflik dan ketidakstabilan sosial sekaligus potensi peningkatan kasus Covid-19, mengingat banyaknya kegiatan Rizieq yang mendorong munculnya kerumunan masyarakat.
Selain itu, terdapat peningkatan pro-kontra masyarakat terhadap kepulangan Habib Rizieq, di mana pergerakan ribuan massa yang turun ke jalan untuk menyambut kepulangannya dari Arab Saudi di Bandara Soekarno-Hatta membuat ketertiban dan aktivitas sosial serta perekonomian di wilayah tersebut terganggu, terlebih hal itu menimbulkan kerumunan yang sebenarnya dilarang pada masa pandemi Covid-19. Lebih lanjut, terdapat kedatangan massa pendukung Habib Rizieq dari Aliansi Umat Madura ke rumah Ibu dari Menkopolhukam RI, Mahfud Md sebagai bentuk respon atas komentar Mahfud mengenai keharusan Rizieq diperiksa terutama terkait hasil swab dan kontak dengan pasien positif Covid-19. Tindakan kelompok pendukung Habib Rizieq ini menimbulkan keresahan terutama pada masyarakat yang dirugikan karena tindakan provokatif kerumunan massa tersebut.
Sebelum dan pasca kepulangannya, banyak aktivitas Habib Rizieq yang bersifat kontroversial terutama secara lisan yang bersifat rasial dan menyebarkan kebencian sehingga memicu perpecahan masyarakat dan ketidakstabilan sosial, sehingga mendapat respon penolakan masyarakat dari berbagai daerah seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali, Jawa Barat yang menganggap pergerakan Habib Rizieq sebagai pemecah belah bangsa.
Pergerakan kelompok FPI ini banyak disoroti media nasional dan asing sebagai bentuk gerakan sosial yang berupaya mendorong populisme Islam di Indonesia khususnya pada lingkup politik maupun sosial. Namun, Menurut Prof. Vedi Hadiz dari Asia Institute Universitas Melbourne yang menyatakan bahwasanya populisme Islam yang digunakan Habib Rizieq melalui FPI gagal dalam mendominasi baik di lingkup politik maupun sosial. Hal ini dikarenakan di Indonesia sendiri tidak ada kelompok atau partai agama yang mendominasi serta Habib Rizieq juga tidak memiliki kapabilitas untuk turun dalam politik walaupun Habib Rizieq memiliki pengaruh untuk menggerakan massa.
Namun, jika di kilas balik pada tahun pra kepergian dan pasca kepulangan Habib Rizieq, di mana kelompok dan kepemimpinan Rizieq mampu mempengaruhi kondisi politik Indonesia tahun 2017 saat ratusan ribu massa turun ke jalan dalam aksi 212 dan pencopotan Camat Tanah Abang dan Lurah Petamburan karena ketidakmampuan mengontrol kerumunan massa Habib Rizieq, maka di satu sisi Habib Rizieq masih berpengaruh dalam memberikan tekanan dan ketidakstabilan sosial politik di Indonesia walaupun tidak secara menyeluruh.
Selain itu, bentuk pergerakan dan tindakan FPI pasca kepulangan Habib Rizieq juga meresahkan masyarakat dan semakin mengganggu kondisi sosial yang sudah tidak stabil terutama melihat peningkatan kasus positif pandemi Covid-19. Sebagaimana disampaikan oleh Kapolri Jenderal Idham Azis pada konferensi pers mengenai kerumunan massa di setiap acara Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), menyatakan bahwa kerumunan massa yang tidak mengindahkan protokol kesehatan telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terlihat dari pandangan dan masukan warga maupun beberapa organisasi masyarakat melalui berbagai media. Kerumunan tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan klaster-klaster Covid-19 baru, mengingat dari berbagai acara di wilayah Jakarta ini, puluhan anggota dari kelompok Habib Rizieq turut menyumbang lonjakan kasus positif Covid-19.
Pergerakan dan kerumunan dari kelompok FPI yang dipimpin Habib Rizieq masih memiliki pengaruh secara sosial dan politik. Pernyataan dan pemikiran Rizieq ditambah dengan pergerakan massanya pada masa pandemi ini bisa semakin menimbulkan keresahan dan ketidakstabilan sosial, politik, dan keamanan masyarakat di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah dan masyarakat perlu secara bersama-sama membantu upaya penindakan tegas terhadap pelanggaran hukum dari semua pihak, termasuk dari Habib Rizieq dan kelompoknya agar tidak terjadi efek domino pada aspek lainnya.
Ditulis oleh Tim Riset Democracy and Integrity for Peace (DIP) Institute.