Erdogan Berdialog Dengan Xi Jinping Terkait Masyarakat Uighur

Pada Selasa, 13 Juli 2021, Presiden Turki, Tayyip Erdogan menyampaikan perhatiannya terhadap Kaum Muslim di Uighur ketika berdiskusi dengan Presiden China Xi Jinping lewat sambungan telefon. Menurut pernyataan resmi dari Kepresidenan Turki, Erdogan mengatakan bahwa Kaum Muslim Uighur hidup dalam damai dan setara dengan warga China lainnya sangat penting bagi Turki, namun Turki menghormati kedaulatan nasional China. Selain membahas mengenai Uighur, telepon diantara keduanya juga membahas mengenai berbagai hal seperti sumber daya energi, perdagangan, transportasi, dan juga kesehatan. Melansir kantor berita Anadolu hal ini dilakukan untuk menandai peringatan 50 tahun pembentukan hubungan diplomatik antara Turki dan China dengan cara yang “layak untuk persahabatan yang mengakar” antara kedua negara tersebut.

Sebelumnya, dilaporkan bahwa Kaum Muslim di Uighur ditahan dan ditempatkan di kamp-kamp konsentrasi di wilayah Xinjiang. Melansir PBS, setidaknya 1 juta masyarakat Muslim Uighur berada dalam kamp konsentrasi semenjak tahun 2017 yang pada awalnya dibantah keberadaannya oleh Pemerintah China. Namun setelah citra satelit merekam kamp-kamp tersebut, Pemerintah Chinamemberikan pernyatan bahwa kamp-kamp tersebut adalah “pusat pendidikan ulang” pada tahun 2019. Hal ini dikarenakan Pemerintah China mengatakan terdapat kelompok-kelompok ekstrimis yang menjadi ancaman bagi keamanan China, dimana pada tahun 2013 dan 2014, militan Uighur mengatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan yang terjadi. Kelompok-kelompok pejuang hak asasi manusia meyakini bahwa apa yang dilakukan otoritas China terhadap Kaum Muslim Uighur telah melanggar hak asasi manusia, dimana terdapat bukti bahwa masyarakat Uighur dipekerjakan secara paksa, disiksa dan dilecehkan secara seksual.

Masyarakat Uighur sendiri merupakan kelompok masyarakat yang mayoritas beragama Islam yang tinggal di daerah Xinjiang, China. Diperkirakan populasi kaum Uighur mencapai 12 juta jiwa. Kaum Uighur sendiri merasa bahwa diri mereka lebih mirip dan lebih cocok menjadi bagian dari masyarakat negara Asia Tengah, dimana mereka memiliki bahasa sendiri yang mirip dengan bahasa Turki. Dimana pada abad ke-20 Masyarakat Uighur pernah mendeklarasikan kemerdekaan untuk wilayahnya tetapi kekuasaan tersebut diambil alih oleh Pemerintah China pada tahun 1949.

Dari beberapa bukti yang ada, wilayah Xinjiang ini menjadi salah satu produsen kapas terbesar di dunia, memiliki persediaan minyak dan gas alam, serta wilayah yang dekat dengan Asia Tengah menjadikan daerah ini sangat strategis untuk perdagangan dan juga program Belt and Road Initiative (BRI) yang akan menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa lewat jalur darat dan juga laut. Melansir BBC, pada Desember tahun 2020, terbukti bahwa hampir setengah juta masyarakat di Xinjiang dipaksa untuk bekerja sebagai petani kapas.

Selain kelompok-kelompok kemanusiaan, negara-negara lain juga mengecam tindakan China dan menuduh Beijing melakukan genosida. Kecaman tersebut juga diikuti oleh laporan bahwa selain mengasingkan Uyghur di kamp-kamp, Pemerintah China juga secara paksa mensterilkan wanita Uyghur secara massal untuk menekan populasi, memisahkan anak-anak dari keluarga mereka, dan berusaha untuk melanggar tradisi budaya kelompok tersebut.

Banyaknya berita mengenai Kaum Uighur ini membuat Turki sebagai negara yang Kaum Uighur anggap memiliki banyak kemiripan dengan mereka peduli akan apa yang terjadi, namun untuk menjaga hubungan diplomatik yang berjalan hampir setengah abad, tentu Turki perlu berhati-hati dalam mengambil langkah untuk membuat China menyadari bahwa penyiksaan di kamp-kamp Xinjiang bukanlah hal yang benar.