Sidang Sengketa Kapal Ever Green, Ganti Rugi $916 Juta

Sidang pertama terkait permasalahan sengketa kapal Ever Given di Terusan Suez masih menemui jalan buntu. Pada sidang pertama selasa (4/5), Pengadilan di Ismalia, Mesir, menolak gugatan banding financial dispute yang diajukan oleh pemilik kapal yakni Shoei Kisen Kaisha Ltd. Selain itu pengadilan memutuskan kapal tidak boleh meninggalkan perairan Mesir sampai kompensasi dibayarkan. Pihak pengelola terusan Suez (SCA) menyita kapal yang berisi puluhan ribu kargo tersebut dan meminta ganti rugi sebesar $916 juta atau Rp.13 Triliun.

 Dengan keputusan pengadilan tersebut, pihak SCA secara resmi menyita dan menahan kapal tersebut sampai pihak Shoei Kisen Kaisha Ltd. menyepakati jumlah ganti rugi yang diminta.  Adapun alasan pihak pengelola Terusan Suez meminta ganti rugi sebesar $916 juta dollar, kerugian itu diklaim berdasarkan besarnya biaya operasi penyelamatan kapal, biaya antrian kapal yang tidak bisa lewat, dan potensi kehilangan pemasukan dari kapal-kapal yang mengalihkan jalurnya ke Selatan Afrika melewati Tanjung Harapan. Pihak SCA tetap mengupayakan negoisasi diluar pengadilan tetap berjalan. 

Pihak Ever Given sendiri mengklaim sudah menghubungi 18.000 pemilik kargo yang tertahan di kapal tersebut untuk mengkalkulasikan biaya ganti rugi. Namun pihak Ever Given menolak membeberkan detail informasi terkait ganti rugi muatan barang-barang yang ada di kapalnya.

Kapal Ever Given yang rencananya menuju Rotterdam, pada 23 Maret lalu mengalami insiden yang kemudian memblokir lalu lintas di perairan Terusan Suez. Upaya penyelamatan yang dilakukan Pemerintah Mesir berpacu dengan waktu untuk segera membebaskan kapal yang tersangkut tersebut, sebab Terusan Suez merupakan jalur vital perdagangan di dunia. Kapal berhasil dibebaskan seminggu kemudian dan menyebabkan lebih dari 400 kapal mengantri untuk melewati jalur Terusan Suez. Insiden ini sendiri sempat menimbulkan kekhawatiran akan berdampak serius pada supply chain komoditas global yang sebelumnya telah terdampak oleh pandemi COVID-19.